BAB
I
PENDAHULUAN
1.2
Latar Belakang Masalah
Pengamalan atau
praktek Pancasila dalam berbagai kehidupan dewasa ini memang sudah sangat sulit
untuk ditemukan. Tidak terkecuali dikalangan intelek dan kaum elit politik
Negara Indonesia tercinta ini. Aspek kehidupan berpolitik, ekonomi, dan hukum
serta hankam merupakan ranah kerjanya Pancasila di bumi Indonesia yang
dikatakan sudah menjadi dasar Negara dan membawa Negara ini merdeka hingga 70
Tahun.
Secara
hukum Indonesia memang sudah merdeka selama itu, namun jika kita telaah secara
individu (Personal) hal itu belum terbukti. Masih banyak penyimpangan yang
dilakukan para elit politik dalam berbagai pengambilan keputusan yang
seharusnya menjungjung tinggi nilai-nilai Pancasila dan Keadilan bagi seluruh
warga Negara Indonesia. Keadilan yang seharusnya mengacu pada Pancasil dan UUD
1945 yang mencita-citakan rakyat yang adil dan makmur sebagaimana termuat dalam
Pembukaan UUD 1945 alinea 1 dan 2 hilanglah sudah ditelan kepentingan politik
pribadi.
Sungguh
sangat ironi negri yang mencita-citakan sebuah kehidupan yang damai, adil dan
sejahtra, namun butah akan jalan. Ketika pancasila di elu-elukan sebagai
penyelesai masalah malah bingung sendiri tatkala ditanya, derngan cara apa
pancasilah menyelesaikannya. Pada dasarnya sebuah ide atau gagasan akan akan
tercipta sesuai dengan apayang kita pikirkan tatkala dibarengi dengan metode
yang memang muncul dari dasar pemikiran atau gagasan itu. Sementara kalau kita
melihat pancasila, secara teoritis mampu kita bayangkan seperti apa nantinya
jikalau nilai-nilai dalam pancasila ini di terapkan dalam kehidupan. Namun
apalah daya sejak di katakana secara resmi oleh para The Founding Fathers
sebagai dasar Negara sampai sekarang tidak Nampak penerapannya dalam kehidupan.
1.3 Rumusan Masalah
Berbagai masalah dan pertanyaan mengenai
etika berpolitik pancasila di balik permasalahan actual seperti telah
dideskrisikan dia atas muncul dari berbagai kalangan dan dari sudut pandang
yang berbeda-beda. Maka dari itu untuk memudahkan penulisan, penulis akan
merumuskan beberapa masalahyang akan dikaji dalam makalah ini, sebagai beriku:
1. Sejauhmana
imbas dari permasalahan actual terhadap etika politik para penguasa Indonesia?
2. Hal
apasaja yang mungkin muncul dari permasalahan actual?
3. Bagaimana
peranan pancasila dalam menyelesaikan permasalahan actual?
4. Bagaimana
peranan pancasila dalam menyelesaikan permasalahan Sarah (pemerintahan)?
5. Bagaimana
peranan pancasila dalam menyelesaikan permasalahan HAM?
6. Bagaimana
peranan pancasila dalalam menyelesaikan krisis ekonomi?
1.4 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan yang ingin dicapai
dalam pemulisan makalah Pendidikan Pancasila adalah :
1.
Memahami
pengertian Pancasila.
2.
Memahami Pancasila sebagai obyek studi ilmiah.
3.
Memahami pengertian teori asal mula.
4.
Memahami
teori asal mula Pancasila secara budaya, asal mula Pancasila formal, dan
dinamika Pancasila sebagai dasar negara.
5.
Memahami
dan menjelaskan fungsi serta kedudukan Pancasila, baik secara formal yaitu
Pancasila sebagai Dasar Negara Indonesia maupun secara material yakni Pancasila
sebagai pandangan hidup bangsa.
6.
Memahami
dan menjelaskan pemikiran dan pelaksanaan Pancasila serta Reformasi pemikiran
dan pelaksanaan Pancasila.
7.
Memahami
dan menjelaskan berbagai permasalahan aktual dewasa ini, khususnya permasalahan
SARA, HAM, dan krisis ekonomi serta berbagai pemikiran yang digali dari
nilai-nilai Pancasila untuk memecahkan permasalahan tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pancasila
dan Permasalahan Sarah
Konflik itu dapat berupa konflik vertikal maupun horisontal.
Konflik vertikal misalnya antara si kuat dengan si lemah, antara penguasa
dengan rakyat, antara mayoritas dengan minoritas, dan sebagainya. Sementara itu
konflik horisontal ditunjukkan misalnya konflik antarumat beragama, antarsuku,
atarras, antargolongan dan sebagainya. Jurang pemisah ini merupakan potensi
bagi munculnya konflik.
Data-data empiris menunjukkan bahwa Indonesia merupakan salah
satu negara yang tersusun atas berbagai unsur yang sangat pluralistik, baik
ditinjau dari suku, agama, ras, dan golongan. Pluralitas ini di satu pihak
dapat merupakan potensi yang sangat besar dalam pembangunan bangsa, namun di
lain pihak juga merupakan sumber potensial bagi munculnya berbagai konflik yang
mengarah pada disintegrasi bangsa.
Pada prinsipnya Pancasila dibangun di atas kesadaran adanya
kompleksitas, heterogenitas atau pluralitas kenyataan dan pandangan. Artinya
segala sesuatu yang mengatasnamakan Pancasila tetapi tidak memperhatikan
prinsip ini, maka akan gagal. Berbagai ketentuan normatif tersebut antara lain:
a. Sila
ke-3 Pancasila secara eksplisit disebutkan “Persatuan Indonesia“.
b. Penjelasan
UUD 1945 tentang Pokok-pokok Pikiran dalam Pembukaan terutama pokok pikiran
pertama.
c. Pasal-Pasal
UUD 1945 tentang Warga Negara, terutama tentang hak-hak menjadi warga negara.
d. Pengakuan
terhadap keunikan dan kekhasan yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia
juga diakui, (1) seperti yang terdapat dalam penjelasan UUD 1945 tentang
Pemerintahan Daerah yang mengaku kekhasan daerah, (2) Penjelasan Pasal 32 UUD
1945 tentang puncak-puncak kebudayaan daerah dan penerimaan atas budaya asing
yang sesuai dengan budaya Indonesia; (3) penjelasan Pasal 36 tentang
peng-hormatan terhadap bahasa-bahasa daerah.
Kiranya dapat disimpulkan bahwa secara
normatif, para founding fathers negara Indonesia sangat menjunjung tinggi
pluralitas yang ada di dalam bangsa Indonesia, baik pluralitas pemerintahan
daerah, kebudayaan, bahasa dan lain-lain kecuali agama. Justru pluralitas itu
merupakan aset yang sangat berharga bagi kejayaan bangsa.
Beberapa prinsip yang dapat digali
dari Pancasila sebagai alternatif pemikiran dalam rangka menyelesaikan masalah
SARA ini antara lain:
a. Pancasila
merupakan paham yang mengakui adanya pluralitas kenyataan, namun mencoba
merangkumnya dalam satu wadah ke-indonesiaan. Kesatuan tidak boleh
menghilangkan pluralitas yang ada, sebaliknya pluralitas tidak boleh
menghancurkan persatuan Indonesia. Implikasi dari paham ini adalah berbagai
produk hukum dan perundangan yang tidak sejalan dengan pandangan ini perlu
ditinjau kembali, kalau perlu dicabut, karena jika tidak akan membawa risiko
sosial politik yang tinggi.
b. sumber
bahan Pancasila adalah di dalam tri prakara, yaitu dari nilai-nilai keagamaan,
adat istiadat dan kebiasaan dalam kehidupan bernegara yang diterima oleh
masyarakat. Dalam konteks ini pemikiran tentang toleransi, kerukunan,
persatuan, dan sebagainya idealnya digali dari nilai-nilai agama, adat
istiadat, dan kebiasaan kehidupan bernegera yang diterima oleh masyarakat.
2.2. Pancasila
dan Permasalahan HAM
Masalah HAM menjadi salah satu pusat
perhatian manusia sejagat, sejak pertengahan abad kedua puluh. Hingga kini, ia
tetap menjadi isu aktual dalam berbagai peristiwa sosial, politik dan ekonomi,
di tingkat nasional maupun internasional.
Menurut konsiderans UU Hak Asasi Manusia
No. 39 tahun 1999 bahwa yang dimaksud dengan hak asasi manusia adalah
seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan sebagai mahkluk Tuhan
Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-NYA yang wajib dihormati, dijunjung tinggi
dan dilindungi oleh Negara, hukum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan
serta perlindungan harkat dan martabat manusia. Disamping itu menurut UU No. 39
ttahun 1999 tersebut juga menentukan Hak Asasi Manusia adalah hak-hak dasar
atau hak-hak pokok yang dibawa manusia sejak lahir sebagai anugerah Tuhan Yang
Maha Esa. Hak Asasi ini menjadi dasar daripada hak-hak dan kewajiban-kewajiban
yang lain.
Hak Asasi tidak dapat dituntut
pelaksanaannya secara mutlak karena penuntutan pelaksanaan hak asasi secara
mutlak berarti melanggar hak asasi yang sama dari orang lain.
Menurut sejarahnya asal mula hak
asasi manusia ialah dari Eropa Barat yaitu Inggris.
Tonggak pertama kemenangan hak asasi manusia ialah pada tahun 1215 dengan
lahirnya Magna Charta. Perkembangan berikutnya ialah adanya
revolusi Amerika 1776 dan revolusi Perancis 1789.
Dua revolusi dalam abad ke XVIII ini besar sekali pengaruhnya pada perkembangan
hak asasi manusia.
Hak Asasi Manusia yang kemudian
disingkat HAM adalah permasalahan yang selama dua atau tiga tahun terakhir
menjadi bahan perbincangan masyarakat. Banyak contoh kasus-kasus pelanggaran
HAM yang terjadi di Indonesia. Pelanggaran HAM pada saat pelaksanaan jajak
pendapat Referendum Timor Timur. Kasus Daerah Operasi Militer (DOM) di daerah
Serambi Mekkah Aceh yang banyak menelan korban jiwa dari pihak masyarakat sipil
dan disinyalir banyak di lakukan oleh oknum-oknum tentara yang notabene adalah
para aparat-aparat Negara sampai dengan kasus sengketa tanah yang melibatkan
salah satu unsur alat pertahanan negara yaitu tentara dalam hal ini Marinir
dengan warga Alas Tlogo Pasuruan. Hal ini sangat bertentangan dengan apa yang
terkandung dalam nilai-nilai Pancasila. Banyak tokoh yang dinyatakan sebagai
tersangka tapi pada kenyataannya para pelaku masih bebas berkeliaran sementara
keluarga korban menanti kepastian hukum tentang apa yang dialaminya. Tapi perlu
kita ketahui sebenarnya kesalahan maupun pelanggaran itu juga tidak sepenuhnya
dilakukan oleh para oknum tentara. Masyarakat sipil mempunyai hak untuk hidup
tentara pun demikian. UU No. 39 tahun 1999 juga menentukan Kewajiban
Dasar Manusia yaitu seperangkat kewajiban yang apabila tidak dilaksanakan tidak
memungkinkan terlaksana dan tegaknya hak asasi manusia. Seperti yang tertuang
dalam Undang-undang Dasar 1945 pasal 28i ayat 5 (amandemen ke 2) yang
berbunyi “Untuk menegakkan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan
prinsip Negara hukum yang demokratis maka pelaksanaan hak asasi manusia
dijamin, diatur dan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan”. Pasal
28j ayat 1 dan 2 (amandemen ke 2) yang intinya setiap manusia wajib
menghormati hak asasi manusia dan wajib tunduk kepada pembatasan yang
ditetapkan oleh undang-undang sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai
agama, keamanan dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis. Jadi
dalam masalah ini kita perlu secara cermat menanggapi kasus-kasus seperti ini
karena permasalahan yang demikian sangatlah kompleks dan sangat rentan terhadap
perpecahan atau ancaman diintegrasi bangsa.
Dari membandingkan beberapa definisi tentang hak, ia dapat dimaknai
sebagai sesuatu nilai yang diinginkan seseorang untuk melindungi dirinya, agar ia
dapat memelihara dan meningkatkan kehidupannya dan mengembangkan
kepribadiannya. Hak itu mengimplisitkan kewajiban, karena pada umumnya
seseorang berbicara tentang hak manakala ia mempunyai tuntutan yang harus
dipenuhi pihak lain. Dalam pergaulan masyarakat, adalah mustahil membicarakan
tanpa secara langsung mengaitkan hak itu dengan kewajiban orang atau pihak
lain.
Dari sejumlah hak-hak manusia itu
ada yang dinilai asasi. Dalam kata asasi terkandung makna bahwa subjek yang
memiliki hak semacam itu adalah manusia secara keseluruhan, tanpa membedakan
status, suku, adat istiadat, agama, ras, atau warna kulit, bahkan tanpa
mengenal kenisbian relevansi menurut waktu dan tempat. Dengan demikian, hak
asasi manusia haruslah sedemikian penting, mendasar, diakui oleh semua
peradaban, dan mutlak pemenuhannya.
Kesadaran akan hak asasi dalam
peradaban Barat timbul pada abad ke-17 dan ke 18 Masehi sebagai reaksi terhadap
keabsolutan raja-raja kaum feodal terhadap rakyat yang mereka perintah atau
manusia yang mereka pekerjakan. Sebagaimana dapat diketahui dalam sejarah,
masayarakat manusia pada zaman dahulu terdiri dari dua lapisan besar : lapisan
atas, minoritas, yang mempunyai hak-hak; dan lapisan bawah, yang tidak
mempunyai hak-hak tetapi hanya mempunyai kewajiban-kewajiban, sehingga mereka
diperlakukan sewenang-sewenang oleh lapisan atas. Kesadaran itu memicu
upaya-upaya perumusan dan pendeklerasian HAM, menurut catatan sejarah HAM
berkembang melalalui beberapa tahap. Hal ini terutama dapat dilihat dalam
sejarah ketatanegaraan di Inggris dan Prancis. Yaitu ditandainya dengan
keberhasilan rakyat Inggris memperoleh hak tertentu dari raja dan pemerintahan
Inggris yang dituangkan dalam berbagai piagam seperti: Petition Of Rights tahun
1628, Habeas Corpus Act tahun 1679 dan Bill Of Rights tahun 1689
serta dikeluarkannya Declaration des D du Citoyen tahun 1789 di Prancis.
Selain dua negara di atas, Bill Of Rights juga terjadi di negara bagian
Virginia tahun 1776, deklarasi kemerdekaan 13 Negara Bagian Amerika Serikat
tahun 1789.
Setelah berakhirnya perang dunia I
dan II dibentuk PBB dan dikeluarkan pernyataan HAM internasional : Universal
Declaration of Human Rights pada tanggal 10 Desember 1948, dan disusul
dengan Covenant on Civil and Political Rights tahun 1966 dan Covenant
on Economic, Social and Cultur Rights tahun 1966 dan Optional Protocol
to he Covenant on Civil and Political Rights tahun 1966. Kempat dokumen HAM
internasional sering disebut sebagai The International Bill Of Human Rights.
Dokumen-dokumen tersebut merupakan instrumen normatif HAM
internasional yang harus dihormati dan dipatuhi oleh setiap negara anggota PBB.
Bahkan dalam Covenant on Civil and Political Rights dimuat beberapa HAM
yang penerapannya tidak dapat diperkecualikan meskipun dalam keadaan sabagai
luar biasa. Apapun kedaaannya hak-hak yang dianggap sebagai intisari dari HAM
harus tetap dihormati.
Adanya pengakuan dan perlindungan
kedudukan pribadi dalam instrumen HAM tersebut menunjukkan adanya kemajuan
dalam nilai dan norma yang mendasari hubungan antar negara. HAM yang dulu lebih
merupakan urusan dalam negri masing-masing negara telah bergeser menjadi nilai
dan hubungan internasional, yaitu dibuktikan dengan adanya persetujuan semua
negara, setidak-tidaknya negara-negara anggota PBB terhadap deklarasi, konvensi
dan konvenan HAM internasional.
Deklarasi PBB tersebut dapat
diklasifakasikan dalam tiga katagori:
a.
Hak
sipil dan hak ploitik, hak persamaan /kemerdekaan sejak lahir (pasal 1), hak
untuk hidup (pasal 3), hak untuk memperoleh keadilan didepan hukum (pasal 6-8),
hak untuk memperoleh perlakuan yang manusiawi (tidak sewenang-wenang) dalam
penyelesain tertib sosial (pasal 5, dan 9-11), hak untuk bebas bergerak,
mencari suaka ke negara lain, dan menetapkan suatu kewarganegaraan (pasal
13-15), hak untuk menikah dan membangun keluarga (pasal 16), hak untuk bebas
berpikir, berkesadaran dan beragama (pasal 18-19), dan hak untuk berkumpul dan
berserikat (pasal 20-21).
b.
Hak
eknomi dan sosial (pasal 22- 28) antara lain; hak untuk bekerja dan memeperoleh
upah yang layak, hak untuk beristirahat dan berkreasi, hak untuk mendapat
liburan periodik dengan (tetap) mendapat upah, hak untuk menikmati standar
hidup yang cukup, termasuk perumahan dan pelayanan medis, hak untuk memperoleh
jaminan sosial, hak untuk memperoleh pendidikan, dan hak untuk berperan serta
dalam kegiatan kebudayaan.
c.
Dan
hak kolektif mencakup hak semua bangsa untuk menentukan nasibnya sendiri, hak
semua ras dan suku bangsa untuk bebas dari segala bentuk diskrimainasi, hak
masyarakat untuk bebas dari neo-kolonialisme (pasal 28-30).
Hak-hak asasi manusia di atas,
walaupun merupakan dekalarasi PBB dimana seluruh bangsa dari pelbagai penjuru
dunia terlibat, namun harus diakui berasal dari buah pemikiran dan anak
peradaban barat.
Pengaturan HAM di Indonesia dapat
dilihat dari berbagai peraturan perundang-undangan, khususnya dalam pembukaan
dan batang tubuh Undang-undang Dasar 1945 serta peraturan perundangan lain
diluar UUD 1945, misalnya HAM yang berhubungan dengan proses peradilan dalam UU
No. 14 Tahun 1970 tentang ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman dan UU
No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP dan sebagainya. Sedangkan konsepsi HAM bangsa
Indonesia dapat dilihat dalam ketetapan MPR No. II/MPR/1998 tentang Garis-garis
Besar Haluan Negara (GBHN) dan tercantum dalam Bidang Pembangunan Hukum yang
menyatakan bahwa :
"HAM sebagai anugrah Tuhan Yang
Maha Esa adalah hak-hak dasar yang secara kodrati melekat pada diri manusia dan
Meliputi : hak untuk hidup layak, hak memeluk agama dan beribadat menurut agama
masing-masing, hak untuk berkeluarga dan memperoleh keturunan melalui
perkawinan yang sah, hak untuk mengembangkan diri termasuk memperoleh
pendidikan, hak untuk berusaha, hak milik perseorangan, hak memperoleh
kepastian hukum dan persamaan kedudukan dalam hukum, keadilan dan rasa aman,
hak mengeluarkan pendapat, berserikat dan berkumpul."
Dari latar historis beberapa
perumusan dan dekalarasi HAM (yaitu: perlindungan terhadap kebebasn individu di
depan kekuasan raja, kaum feodal atau negara yang domina atau
tersentaralisasi), dan kesadaran ontologis tentang struktur deklarasi
PBB, serta kesadaran historis tentang peradaban yang melahirkannya, dapatlah
diidentifikasi karektaristik utama HAM. Perspektif Barat dalam melihat HAM
dapat disebut bersifat antrhoposentris, dengan pengertian bahwa manusia
dipandang sebagai ukuran bagi segala sesuatu karena ia adalah pusat atau ttitik
tolak dari semua pemikiran dan perbuatan. Produk dari perspektif
antrhoposentris ini tidak lain adalah individu yang otonom.
Hak dapat dimaknai sebagai suatu
nilai yang diinginkan seseorang untuk melindungi dirinya, agar ia dapat ia
memelihara dan meningkatkan kehidupannya dan mengembangkan kepribadiannya.
Ketika diberi imbuhan asasi, maka ia sedemikian penting, mendasar,
diakui oleh semua peradaban, dan mutlak pemenuhannya.
Setelah melalui proses yang panjang,
kesadaran akan hak asasi manusia mengglobal sejak 10 Desember 1948 dengan
ditetapkannya oleh PBB Deklarasi tentang Hak Asasi Manusia. Deklarasi PBB ini,
juga deklarasi-deklarasi sebelumnya, dirancang untuk melindungi kebebasan
individu di depan kekuasaan raja, kaum feodal, atau negara yang cenderung
dominan dan terdesentralisasi. Karena itu, deklarasi-deklarasi tersebut, yang
nota bene anak peradaban Barat, melihat hak-hak asasi manusia dalam perspektif
anthroposentris.
Dalam hal
pelaksanaan hak-hak asasi manusia dalam Pancasila yang perlu mendapat perhatian
kita adalah bahwa disamping hak-hak asasi, wajib-wajib asasi harus kita penuhi
terlebih dahulu dengan penuh rasa tanggungjawab. Hak-hak asasi manusia
dilaksanakan dalam rangka hak-hak serta kewajiban warga Negara.
2.3.
Pancasila dan Krisis Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi yang telah
terjadi pada masa Orba ternyata tidak berkelanjutan karena terjadinya berbagai
ketimpangan ekonomi yang besar, baik antargolongan, antara daerah, dan antara
sektor akhirnya melahirkan krisis ekonomi. Krisis ini semula berawal dari
perubahan kurs dolar yang begitu tinggi, kemudian menjalar ke krisis ekonomi,
dan akhirnya krisis kepercayaan pada segenap sektor tidak hanya ekonomi.
Kegagalan ekonomi ini disebabkan
antara lain oleh tidak diterapkannya prinsip-prinsip ekonomi dalam kelembagaan,
ketidak- merataan ekonomi, dan lain-lain. yang juga dipicu dengan maraknya
praktek monopoli, Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme oleh para penyelenggara negara
Sistem ekonomi Indonesia yang mendasarkan diri pada filsafat Pancasila serta
konstitusi UUD 1945, dan landasan operasionalnya GBHN sering disebut Sistem
Ekonomi Pancasila.
Prinsip-prinsip yang dikembangkan
dalam Sistem Ekonomi Pancasila antara lain: mengenal etik dan moral agama,
tidak semata-mata mengejar materi. mencerminkan hakikat kemusiaan, yang
memiliki unsur jiwa-raga, sebagai makhluk individu-sosial, sebagai makhluk
Tuhan-pribadi mandiri. Sistem demikian tidak mengenal eksploitasi manusia atas
manusia, menjunjung tinggi kebersamaan, kekeluargaan, dan kemitraan,
mengutamakan hajat hidup rakyat banyak, dan menitikberatkan pada kemakmuran
masyarakat bukan kemakmuran individu.
PELAKSANAAN agenda politik secara aman,
lancar, tertib dan sesuai dengan aspirasi sebagian besar rakyat merupakan
keharusan, apabila diinginkan ekonomi akan segera pulih. Sebaliknya, bila
kerusuhan sosial terus meningkat dan pemilu tidak dapat dilaksanakan, maka
pemulihan ekonomi sulit diharapkan dalam waktu cepat.
Laksamana
Sukardi menilai, kondisi perekonomian di tahun 1999 berada dalam situasi yang
kritis. Artinya perekonomian nasional berada di persimpangan jalan antara
kemungkinan terjadi recovery dan kehancuran. Peluangnya separuh-separuh.
Investor
bersikap menunggu, apakah pemilu akan berjalan jujur dan adil, serta
demokratis. Kedua hal itu menjadi syarat pembentukan pemerintahan yang bisa
dipercaya rakyat. Apabila demikian, maka dengan cepat ekonomi Indonesia akan
pulih, karena investor pasti akan datang kembali ke Indonesia.
Oleh
karena itu, keinginan seluruh rakyat Indonesia yang menghendaki agar pemilu
berlangsung jujur, adil, transparan, serta demokratis harus benar-benar
dilaksanakan dan tidak bisa ditawar-tawar lagi. Menurut dia, masuknya aliran
modal asing sebagai jalan terbaik dalam pemulihan ekonomi hanya bisa terjadi
kalau ada pemerintahan yang bersih, didukung rakyat, adanya kepastian hukum dan
sistem peradilan yang independen.
Suksesnya
pemilu dan Sidang Umum di tahun 1999 tidak serta merta terjadi begitu saja.
Mulai saat ini harus dipersiapkan. Namun bayangan kegagalan masih berkecamuk,
mengingat intensitas kekerasan dan kejadian perampokan dan penjarahan yang
membuat masyarakat merasa tidak aman masih sering terjadi.
MELIHAT
pentingnya faktor penyelesaian politik, rencana pegelaran dialog nasional
sangat penting. Melalui dialog nasional tersebut, diharapkan tokoh-tokoh yang
terlibat menyamakan persepsi bahwa pemilu harus berhasil dan sesuai aspirasi
rakyat.
Kita
sama-sama menghendaki, pemerintahan yang demokratis dan didukung rakyat.
Pemerintah sekarang berani mengakui, bahwa dirinya bersifat transisi dan hanya
mempersiapkan pemerintahan yang akan datang. Sebaliknya tokoh-tokoh nasional
juga harus berani mengakui pemerintahan yang sekarang.
Selain
masalah politik, pembenahan sektor ekonomi terutama moneter juga sangat
penting, apabila kita mengharapkan pemulihan ekonomi. Dua persoalan mendasar
yang harus diselesaikan, yaitu restrukturisasi perbankan dan utang luar negeri.
Pertama,
restrukturisasi perbankan harus berhasil. Rencana rekapitalisasi kemungkinan
besar tidak akan berhasil. Oleh karena itu, pemerintah harus berani melakukan
penutupan bank-bank yang memang tidak solvent, dengan demikian hanya
tinggal sedikit bank yang kuat dan profesional.
Sebelum
mengatasi perbankan swasta, bank-bank BUMN harus juga selesai. Apabila
persoalan bank ini tidak diselesaikan, maka tidak akan ada kegiatan ekonomi,
karena tidak ada kodal kerja dan perdagangan.
Kedua,
masalah utang luar negeri pemerintah dan swasta. Seberapa jauh masalah utang LN
ini bisa diselesaikan. Sebab, mengakhiri krisis perbankan kepercayaan dunia
internasional terhadap pemerintah tergantung dari penyelesaian utang tersebut.
Bila default, maka kredibilitas turun dan investor enggan masuk ke
Indonesia.
Ketua Umum
Himpunan Pengusaha Muda Indonesia, Haryadi B Sukamdani mengatakan, sebagai
pengusaha pihaknya memang harus optimis. Tetapi kalau melihat di lapangan
terutama perkembangan politik yang ada, maka yang ada hanya rasa waswas dan
gamang. Sebab pemilu masih jauh, tetapi intensitas kekerasan sudah cukup
tinggi, apalagi nanti kalau mendekati kampanye dan pemilu.
Oleh
karena itu sikap para pengusaha di tahun 1999 ini sudah pasti akan menunggu.
Investasi tidak akan ada. Yang terjadi, para pengusaha hanya meningkatkan
volume dan penjualan dari yang sudah ada. Pengusaha tidak mungkin mengandalkan
pasar domestik, tetapi luar negeri.
Kalau
penyelesaian politiknya baik, masyarakat mendukung pemerintahan yang baru, maka
ekonomi akan cepat sekali kembalinya. Yang dikhawatirkan ialah kalau terjadi
gejolak sosial akibat kegagalan pemilu yang tidak menampung aspirasi rakyat.
Dengan
pertimbangan-pertimbangan seperti itu, dunia usaha melihat kondisi perekonomian
nasional di tahun 1999 ibarat seseorang yang sedang mengendarai mobil di tengah
"kabut tebal". Kabut tebal (situasi sosial politik-Red) menyebabkan
pengendara (baca: pengusaha) tidak bisa memandang jauh ke depan. Atas dasar
pertimbangan keselamatan, maka pengendara itu tidak punya pilihan lain kecuali
menghentikan perjalanannya dan menunggu sampai kabut itu berlalu.
Itu
berarti, pemerintah sejak sekarang harus bisa menyelesaikan semua persoalan
ekonomi dan politik yang di dalam negeri. Transparan, tegas, jelas, dan cepat
diperlukan. Jangan sampai malah menimbulkan kebingungan dan ketidakjelasan.
Sistem ekonomi Indonesia pada masa
Orde Baru bersifat “birokrat otortarian” yang ditandai dengan pemusatan
kekuasaan dan partisipasi dalam membuat keputusan-keputusan nasional hamper
sepenuhnya berada di tangan penguasa bekerjasama dengan kelompok militer dan
kaum teknokrat.
Kebijaksanaan
ekonomi yang selama ini diterapkan yang hanya mendasarkan pada pertumbuhan dan
mengabaikan prinsip nilai kesejahteraan bersama seluruh bangsa, dalam
kenyataannnya hanya menyentuh kesejahteraan sekelompok kecil orang bahkan
pengusaha. Krisis ekonomi yang terjadi di dunia dan melanda Indonesia
mengakibatkan ekonomi Indonesia terpuruk sehingga kepailitan yang diderita oleh
para pengusaha harus di tanggung oleh rakyat.
Dalam
kenyataannnya sector ekonomi yang justru mampu bertahan pada masa krisis dewasa
ini adalah ekonomi kerakyatan yaitu ekonomi yang berbasis pada usaha rakyat.
Langkah yang strategis dalam upaya melakukan reformasi ekonomi yang berbasis
pada ekonomi rakyat yang berdasarkan nilai-nilai Pancasila yang mengutamakan
kesejahteraan seluruh bangsa adalah sebagai berikut : “Keamanan pangan dan
mengembalikan kepercayaan yaitu dilakukan dengan program “social safety net”
yang lebih dikenal dengan program Jaring Pengaman Sosial (JPS). Untuk
mengembalikan kepercayaan rakyat terhadap pemerintah maka pemerintah harus
secara konsisten menghapus KKN serta mengadili oknum-oknum yang melakukan
pelanggaran. Ini akan memberikan kepercayaan dan kepastian usaha”.
Sistem ekonomi Pancasila
dibangun di atas landasan konstitusional UUD 1945, pasal 33 yang mengandung
ajaran bahwa,
a.
Roda
kegiatan ekonomi bangsa digerakkan oleh rangsangan-rangsangan ekonomi, sosial,
dan moral;
b.
Seluruh
warga masyarakat bertekad untuk mewujudkan kemerataan sosial yaitu tidak
membiarkan adanya ketimpangan ekonomi dan kesenjangan sosial;
c.
Seluruh
pelaku ekonomi yaitu produsen, konsumen, dan pemerintah selalu bersemangat
nasionalistik, yaitu dalam setiap putusan-putusan ekonominya menomorsatukan
tujuan terwujud-nya perekonomian nasional yang kuat dan tangguh;
d.
Koperasi
dan bekerja secara kooperatif selalu menjiwai pelaku ekonomi warga masyarakat.
Demokrasi ekonomi atau ekonomi kerakyatan dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan perwakilan;
e.
Perekonomian
nasional yang amat luas terus-menerus diupayakan adanya keseimbangan antara
perencanaan nasional dengan peningkatan desentralisasi serta otonomi daerah.
hanya melalui partisipasi daerah secara aktif aturan main keadilan ekonomi
dapat berjalan selanjutnya menghasilkan suatu keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia.
BAB
III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Kondisi persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia dewasa ini
serta penyimpangan implementasi Pancasila pada masa Orde Lama dan Orde Baru
yang menimbulkan gerakan reformasi di Indonesia sehingga terjadilah suatu
perubahan yang cukup besar dalam berbagai bidang terutama bidang kenegaraan,
hukum maupun politik. Maka dari itu sebagai warganegara yang baik sebaiknya
kita tahu beberapa hal-hal sebagai berikut :
a. Dalam penegakan hak asasi manusia
kita sebagai mahasiswa harus bersifat objektif dan benar-benar berdasarkan
kebenaran moral demi harkat dan martabat manusia bukan karena kepentingan
politik.
b. Perlu disadari bahwa dalam penegakan
hak asasi manusia tersebut pelanggaran hak asasi manusia dapat dilakukan
seseorang, kelompok orang termasuk aparat Negara, penguasa Negara baik
disengaja ataupun tidak (UU No. 39 tahun 1999).
c. Sistem ekonomi harus berdasarkan
pada nilai dan upaya terwujudnya kesejahteraan seluruh bangsa maka peningkatan
kesejahteraan akan dirasakan oleh sebagian besar rakyat sehingga dapat
mengurangi kesenjangan ekonomi.
d. Kehidupan beragama dalam Negara
Indonesia dewasa ini harus dikembangkan kearah terciptanya kehidupan bersama
yang penuh toleransi, saling menghargai berdasarkan nilai kemanusiaan yang adil
dan beradab.
e. Rehabilitasi dan pemulihan ekonomi.
Hal ini dilakukan dengan menciptakan kondisi kepastian usaha yaitu dengan
diwujudkannya perlindungan hukum serta undang-undang persaingan yang sehat
3.2. Pesan
Dengan adanya Pancasila
yang menjadi sumber hukum, sudah seharusnya pemerintah mempersiapkan segala
bentuk rencana kebijakan yang bernafaskan asas kekeluargaan dan rasa keadilan
yang seadil-adilnya kepada rakyat tanpa pandang bulu. Seluruh masyarakat
Indonesia sudah sejak lama mendambakan wakil-wakilnya yang peduli pada rakyat
yang mengangkat mereka menjadi penguasa di bumi Indonesia ini. Kembalikan citra
Indonesia sebagai Negara hukum yang bersih dan menjadikan Pancasila sebagai
etika politik bangsa yang murni dan jujur, dalam hal pemenuhan tuntutan
kewajiban pembangunan yang merata.
DAFTAR
PUSTAKA
http://tugaslaporan.blogspot.co.id/2015/19/pancasila-dan-permasalahannya-sara-ham.html
Ketetapan-Ketetapan
MPR RI dalam Sidang Istimewa tahun 1998
Ketetapan-Ketetapan
MPR RI dalam Sidang Umum tahun 1998
Nopirin, 1980, Beberapa Hal Mengenai
Falsafah Pancasila, Pancoran Tujuh, Jakarta.
Nopirin,1999, Nilai-nilai Pancasila
sebagi Strategi Pengembangan Ekonomi Indonesia, Internship Dosen-Desen
Pancasila Se-Indonesia, Yogyakarta.
Pranarka, A.M.W., 1985, Sejarah
Pemikiran Tentang Pancasila, CSIS, Jakarta.
Rizal Mustansyir dan Misnal Munir,
1999, Reformasi di Indonesia dalam Perspektif Filsafat Sejarah, dalam Jurnal
Pancasila No. 3 Th III Juni 1999, Pusat Studi Pancasila UGM, Yogyakarta.
Susilo Bambang Yudhoyono, 1999,
Reformasi Politik dan Keamanan (Refleksi Kritis), dalam Jurnal Pancasila No. 3
Th III Juni 1999, Pusat Studi Pancasila UGM, Yogyakarta.
Syaidus Syakar, 1975, Pancasila pohon Kemasyarakatan dan
Kenegaraan Indonesia, Alumni, Bandung.
Undang-Undang Dasar 1945 beserta Amandemen Tahap Pertama.